Sekian lama terkurung di ruang sempit menghimpit. Tak ada yang dapat kutatap hanya gambar hitam putihmu yang bergantung di setiap sudut. Tak kulihat warna-warni gambar selain potret burammu. Dalam masa cukup panjang aku meradang terjatuh hingga ke dasar curam. Aku berada dalam kehidupan kurva minus. Tak kurasa nikmat karunia-Nya yang tampak hanya duka sepanjang masa. Inikah yang dinamakan kufur nikmat? Sungguh kemalangan itu terus menjadi hantu gentayangan yang menyelubungi kabul. Hilang akal. Hilang kewarasan. Jalan buntu. Aku menjadi gila.
Kini cukup sudah di Ramadhan suci kurva bergerak cepat hingga berada di titik nol. Dalam sujudku pada-Nya kumohon tetapkan jiwa pada-Nya. Ya.. Muqolibul Qulub. Ku tak mau terjatuh ke sekian kali ke pusaran duka hingga terhijab rahmat-Nya. Kubuka mata hati. Kurasa indah aneka warna. Ini karunia Mahabesar-Nya. Cukup pada-Nya mencinta. Ku tak mau duka karenanya.
Di titik nol ku bulat tekad hapus duka bersamamu. Ku harus beranjak naik ke kurva positif dalam Ramadhan suci. Kupinta dalam doa.
Ya Rob..
kepada-Mu hanya memohon
Engkau Sang Mahapengabul doa
Engkau Sang Mahapembolak-bali hati manusia
tutup pintu hati untuknya
karena duka selalu bersamanya
dan hamba buta akan karunia Mahabesar-Mu
Ya Rob..
di Ramadhan suci
tetapkan hati pada Ilahi Robi
beri cinta sejati
hanya pada Rob Sang Khalik Penguasa Jagat Raya
hanya untuk Rob Sang Pemilik Hati
serta pada Sang Kekasih Mahalembut-Mu
Shalawat serta salam bagi Beliau
Rosulullahu Salallahu Alaihi Wassalam
Ya Rob...
tunjukilah ke jalan-Mu
jalan yang Engkau beri nikmat
bukan jalan sesat
Di titik nol kupendam segala duka di kedalaman tiada terkira. Di titik nol kutanam senyum sebagai rasa senang dalam karunia kehendak-Nya.
Sayonara pada mu. Marhaban Ya Ramadhan.
Minggu, 31 Agustus 2008
Jumat, 29 Agustus 2008
Cinta Bodoh
Cinta bodoh datang karena aku terlalu tergesa mengiyakannya. Akhirnya cinta itu menjadi api yang membakar diri hingga menjadi arang. Waktu itu mungkin ku menyambutmu tanpa cahaya-Nya hingga tiada terlihat jelas. Jiwaku kini hangus. Terbakar api cinta bersamamu hingga sulit kulupa selamanya. Kita bagai dua gelombang pasang. Saling menggulung. Saling mengadu kekuatan. Kata-katamu tajam menoreh hingga luka membusuk. Tak tahulah mengapa begitu. Mungkin itu peran dalam lakonku dari skenario Mahabesar-Nya.
Kucoba menghindar darimu yang terus selalu mengikuti bagai bayang-bayang yang tak pernah lepas dariku. Merana karenanya. Merana karena cinta. Cinta bodoh masa lalu yang sampai kini masih lekat sangat sulit terlepas. Mungkin hanya aku yang menggila seperti ini, sedang kau terbebas dari jerat siksa cinta. Mungkin kau telah bahagia bersama kekasih lainmu. Oh.. sungguh kini aku benar-benar manusia bodoh yang terus mengingatmu sedang kamu sudah mencampakkanku di keranjang sampah.
Inikah yang dinamakan kutukan cinta. Yang merana sepanjang masa. Yang menggila dibuatnya. Tiada kulihat keindahan yang lain selain dirimu. Sepertinya pintu hatiku terkunci rapat untuk yang lain, karena kuncinya kau simpan sendiri.
Ya Rob... berilah aku petunjuk-Mu, berilah kekuatan agar kudapat melangkah terlepas dari belenggu siksa cinta. Beginilah yang kurasa jika mencinta tidak karena-Nya, mencinta hanya karenanya. Mungkin itu, nafsu bersuka cita rayakan kemenangan, karena aku binasa di tangannya.
Ya Rob... ku mohon cahaya-Mu tuk terangi hatiku hingga dapat melihat kemana cinta kutuju yang terbaik menurut-Mu.
Biarlah angin dingin membekukan api cinta yang kini masih membara dan menguburnya di kedalaman hingga tiada muncul lagi. Kunantikan kini kehadiran cinta dari-Nya tuk terakhir kalinya. Inilah ujung perjalanan cinta bodoh ini.
Kucoba menghindar darimu yang terus selalu mengikuti bagai bayang-bayang yang tak pernah lepas dariku. Merana karenanya. Merana karena cinta. Cinta bodoh masa lalu yang sampai kini masih lekat sangat sulit terlepas. Mungkin hanya aku yang menggila seperti ini, sedang kau terbebas dari jerat siksa cinta. Mungkin kau telah bahagia bersama kekasih lainmu. Oh.. sungguh kini aku benar-benar manusia bodoh yang terus mengingatmu sedang kamu sudah mencampakkanku di keranjang sampah.
Inikah yang dinamakan kutukan cinta. Yang merana sepanjang masa. Yang menggila dibuatnya. Tiada kulihat keindahan yang lain selain dirimu. Sepertinya pintu hatiku terkunci rapat untuk yang lain, karena kuncinya kau simpan sendiri.
Ya Rob... berilah aku petunjuk-Mu, berilah kekuatan agar kudapat melangkah terlepas dari belenggu siksa cinta. Beginilah yang kurasa jika mencinta tidak karena-Nya, mencinta hanya karenanya. Mungkin itu, nafsu bersuka cita rayakan kemenangan, karena aku binasa di tangannya.
Ya Rob... ku mohon cahaya-Mu tuk terangi hatiku hingga dapat melihat kemana cinta kutuju yang terbaik menurut-Mu.
Biarlah angin dingin membekukan api cinta yang kini masih membara dan menguburnya di kedalaman hingga tiada muncul lagi. Kunantikan kini kehadiran cinta dari-Nya tuk terakhir kalinya. Inilah ujung perjalanan cinta bodoh ini.
7 Kekuatan Dasar Manusia
Manusia dikarunia berbagai kelebihan dibandingkan mahluk lainnya. Beberapa di antaranya adalah kekuatan-kekuatan dasar yang merupakan anugerah Allah SWT:
1. Kekuatan Impian (The Power of Dreams)
Manusia memiliki impian dan tujuan hidup yang jelas. Oleh karena itulah kekuatan ini perlu dieksplorasi sedalam-dalamnya sehingga tercipta impian terindah dan terbaik untuk kemaslahatan umat manusia.
2. Kekuatan Fokus (The Power of Focus)
Kekuatan ini merupakan suatu kemampuan untuk melihat sesuatu hal secara jelas serta dapat mengambil langkah-langkah untuk mencapai tujuan yang jelas. Melalui kemampuan inilah yang membantu kita untuk melihat sasaran, impian dan kekutan kita dengan lebih jelas, sehingga kita tidak ragu-ragu dalam melangkah.
3. Kekuatan Disiplin Diri (The Power of Self-Discipline)
Sebuah tindakan akan menjadi kebiasaan jika dilakukan secara terus-menerus dan konsisten. Pengulangan adalah kekuatan dahsyat untuk mencapai keunggulan. Untuk membangun kebiasaan tersebut diperlukan disiplin diri yang kokoh. Dengan menjadi disiplin, berarti kita telah mengalahkan dan mampu mengendalikan diri untuk mencapai impian dan hal-hal terbaik dalam hidup.
4. Kekuatan Perjuangan (The Power of Survival)
Manusia dikaruniai kekuatan untuk menghadapi kesulitan penderitaan dan kegagalan sehingga dapat bertahan. Sering kali kita lupa untuk belajar menghadapi kegagalan, karena kegagalan itu sendiri adalah bahan utama untuk mencapai keberhasilan.
5. Kekuatan Pembelajaran (The Power of Learning)
Salah satu kekuatan manusia adalah kemampuannya untuk belajar sehingga dapat menghadapi dan menciptakan perubahan dalam kehidupan. Dengan belajar kita dapat bertumbuh hari demi hari menjadi manusia yang lebih baik. Belajar adalah proses seumur hidup.
6. Kekuatan Pikiran (The Power of Mind)
Pikiran sebagai anugerah Allah SWT yang paling besar dan indah. Dengan memahami cara bekerja dan mengetahui bagaimana cara mendayagunakan kekuatan pikiran, kita dapat menciptakan hal-hal terbaik bagi kehidupan kita.
7. Kekuatan Kasih (The Power of Love)
Kasih dan kedamaian dalam diri akan muncul dari kerinduan yang terus-menerus untuk memasuki kehadirat Ilahi Robi.
Dengan ketujuh kekuatan inilah diharapkan manusia memperoleh kebahagiaan, suka cita, damai sejahtera, rasa aman, kesehatan, persahabatan, serta peran aktif dalam kehidupan sosial di masyarakat.
(diintisarikan dari Bus Rosil No. 3)
1. Kekuatan Impian (The Power of Dreams)
Manusia memiliki impian dan tujuan hidup yang jelas. Oleh karena itulah kekuatan ini perlu dieksplorasi sedalam-dalamnya sehingga tercipta impian terindah dan terbaik untuk kemaslahatan umat manusia.
2. Kekuatan Fokus (The Power of Focus)
Kekuatan ini merupakan suatu kemampuan untuk melihat sesuatu hal secara jelas serta dapat mengambil langkah-langkah untuk mencapai tujuan yang jelas. Melalui kemampuan inilah yang membantu kita untuk melihat sasaran, impian dan kekutan kita dengan lebih jelas, sehingga kita tidak ragu-ragu dalam melangkah.
3. Kekuatan Disiplin Diri (The Power of Self-Discipline)
Sebuah tindakan akan menjadi kebiasaan jika dilakukan secara terus-menerus dan konsisten. Pengulangan adalah kekuatan dahsyat untuk mencapai keunggulan. Untuk membangun kebiasaan tersebut diperlukan disiplin diri yang kokoh. Dengan menjadi disiplin, berarti kita telah mengalahkan dan mampu mengendalikan diri untuk mencapai impian dan hal-hal terbaik dalam hidup.
4. Kekuatan Perjuangan (The Power of Survival)
Manusia dikaruniai kekuatan untuk menghadapi kesulitan penderitaan dan kegagalan sehingga dapat bertahan. Sering kali kita lupa untuk belajar menghadapi kegagalan, karena kegagalan itu sendiri adalah bahan utama untuk mencapai keberhasilan.
5. Kekuatan Pembelajaran (The Power of Learning)
Salah satu kekuatan manusia adalah kemampuannya untuk belajar sehingga dapat menghadapi dan menciptakan perubahan dalam kehidupan. Dengan belajar kita dapat bertumbuh hari demi hari menjadi manusia yang lebih baik. Belajar adalah proses seumur hidup.
6. Kekuatan Pikiran (The Power of Mind)
Pikiran sebagai anugerah Allah SWT yang paling besar dan indah. Dengan memahami cara bekerja dan mengetahui bagaimana cara mendayagunakan kekuatan pikiran, kita dapat menciptakan hal-hal terbaik bagi kehidupan kita.
7. Kekuatan Kasih (The Power of Love)
Kasih dan kedamaian dalam diri akan muncul dari kerinduan yang terus-menerus untuk memasuki kehadirat Ilahi Robi.
Dengan ketujuh kekuatan inilah diharapkan manusia memperoleh kebahagiaan, suka cita, damai sejahtera, rasa aman, kesehatan, persahabatan, serta peran aktif dalam kehidupan sosial di masyarakat.
(diintisarikan dari Bus Rosil No. 3)
doaku untuk dia
Bertepuk sebelah tangan mungkin kalimat itu lebih pas ditujukan padaku saat ini. Begitulah keadaan sebenarnya. Siapakah aku siapakah kamu.. kadang kata itu terasa menggelitik, soalnya mengingatkan aku dengan dia. Dia itu siapa? aku ini siapa? Dia selalu bercerita tentang kecerdasan, pengetahuan agama dan akhlaknya yang baik. Dia memang luas pengetahuannya, 'lembut' dan 'perhatian'. Aku sendiri tidak memiliki kemampuan seperti itu. Aku orang yang tidak cerdas, pengetahuan agamaku nol besar, dan aku orangnya kasar tidak perhatian.
Aku terdiam begitu takjub dengan ’kesalihannya’, ’kelembutan hatinya’, serta kecerdasannya yang tinggi. Kadang aku minder juga dengan semua kemampuan dia, tapi dia orangnya ’rendah hati’, ’tidak sombong’ seperti aku. Dia itu cerdas tidak ’oon’ kaya aku. Dia itu kalo solat dan zikir berlama-lama beda denganku yang hanya tahan beberapa menit.
Doaku setiap hari panjang-panjang, kadang kalo malam aku memohon pada-NYA sampai tidak terasa sajadahku basah. Soalnya aku menangisnya waktu sujud. Aku sungguh lancang berdoa kepada-NYA mengutarakan isi hati kalau aku sayang dan cinta dia.
Aku tahu dia sama sekali tidak pernah menggubris perasaanku yang terdalam, karena katanya tidak pernah ada cinta lagi. Hiks.. kalau teringat itu aku menangis lagi sama Robku.
Ya Rob..
tolonglah hamba-Mu yang tiada berdaya
tolonglah hamba-Mu yang sedang membutuhkan pertolongan-Mu
Ya Rob..
hamba-Mu berserah diri atas segala kehendak-Mu
hamba-Mu bersujud dengan segala kepasrahanku
Ya Rob..
aku sangat menyayanginya
jika memang dia akan berbahagia dengan yang lain
hamba-Mu ikhlas menerimanya
cinta tidak selamanya harus memiliki
cinta hamba-Mu cukup dengan melihat kebahagiaan dia
sayang hamba-Mu cukup dengan melihat senyum dia
Ya Rob..
karuniakan dia dengan seorang pendamping yang memang dia cintai dan sayangi
hamba-Mu ikhlas menerimanya
cinta dan sayang hamba-Mu adalah melihat kebahagiaan dia
Aku terdiam begitu takjub dengan ’kesalihannya’, ’kelembutan hatinya’, serta kecerdasannya yang tinggi. Kadang aku minder juga dengan semua kemampuan dia, tapi dia orangnya ’rendah hati’, ’tidak sombong’ seperti aku. Dia itu cerdas tidak ’oon’ kaya aku. Dia itu kalo solat dan zikir berlama-lama beda denganku yang hanya tahan beberapa menit.
Doaku setiap hari panjang-panjang, kadang kalo malam aku memohon pada-NYA sampai tidak terasa sajadahku basah. Soalnya aku menangisnya waktu sujud. Aku sungguh lancang berdoa kepada-NYA mengutarakan isi hati kalau aku sayang dan cinta dia.
Aku tahu dia sama sekali tidak pernah menggubris perasaanku yang terdalam, karena katanya tidak pernah ada cinta lagi. Hiks.. kalau teringat itu aku menangis lagi sama Robku.
Ya Rob..
tolonglah hamba-Mu yang tiada berdaya
tolonglah hamba-Mu yang sedang membutuhkan pertolongan-Mu
Ya Rob..
hamba-Mu berserah diri atas segala kehendak-Mu
hamba-Mu bersujud dengan segala kepasrahanku
Ya Rob..
aku sangat menyayanginya
jika memang dia akan berbahagia dengan yang lain
hamba-Mu ikhlas menerimanya
cinta tidak selamanya harus memiliki
cinta hamba-Mu cukup dengan melihat kebahagiaan dia
sayang hamba-Mu cukup dengan melihat senyum dia
Ya Rob..
karuniakan dia dengan seorang pendamping yang memang dia cintai dan sayangi
hamba-Mu ikhlas menerimanya
cinta dan sayang hamba-Mu adalah melihat kebahagiaan dia
Kamis, 28 Agustus 2008
kau
Tak tahulah mengapa langkah ini tertuju padanya. Mungkin inilah salah satu keajaiban sihirnya yang dapat memikat. Sekali mendekat ia akan lekat. Dirinya biasa saja. Kata-katanya adalah mantra bertuah yang menebar cinta dan tuba. Aku salah satu yang mengalaminya. Hingga kini tak dapat lepas darinya. Sungguh ini kemalangan atau anugerahkah. Ia telah berpaling dariku tapi bayang-bayangnya terus menghantui bahkan merasuki ruh. Kata-kata yang ada adalah dirinya. Hari-hari adalah dirinya padahal ia tiada. Mengapa cinta itu begitu merasuki sukma hingga aku menjadi gila karenanya.
Kau di sana dulu kau hembuskan di hatiku aroma wangi cintamu hingga meresap ke ulu hati dan tertanam abadi di dalamnya. Cintamu bagai madu dan racun yang keduanya sulit terbedakan, karena aku menikmati keduanya. Cintamu manis racunmu pahit. Aku menelan keduanya hingga tiada bersisa. Hingga tiada kurasa pahit itu, hingga tiada kurasa manis itu yang menjelma adalah rasa yang melekat.
Mengapa sangat sulit aku melepasmu. Inikah mantera sihir saktimu yang membuatku gila. Oh jangan.. jangan kau tebar mantera itu pada yang lain. Cukup hanya aku merasai hingga lunglai lemas jiwa raga. Kuucap doa pada-NYA tida terhitung jumlahnya untuk mengusirmu dari jiwa. Kupinta pada-NYA hapus kau dari kalbuku, hingga lepas derita yang membuatku merana, gelisah sepanjang masa. Tapi itu juga belum mampu mencabut sekadar namamu di hatiku hingga aku bisa melupa.
Aku kini diam. Berserah pada-NYA. Tiada dapat kuperbuat mantra sihirmu terlampau kuat dan aku sekarat. Ya Rob..tolong hamba-MU.
Kau di sana dulu kau hembuskan di hatiku aroma wangi cintamu hingga meresap ke ulu hati dan tertanam abadi di dalamnya. Cintamu bagai madu dan racun yang keduanya sulit terbedakan, karena aku menikmati keduanya. Cintamu manis racunmu pahit. Aku menelan keduanya hingga tiada bersisa. Hingga tiada kurasa pahit itu, hingga tiada kurasa manis itu yang menjelma adalah rasa yang melekat.
Mengapa sangat sulit aku melepasmu. Inikah mantera sihir saktimu yang membuatku gila. Oh jangan.. jangan kau tebar mantera itu pada yang lain. Cukup hanya aku merasai hingga lunglai lemas jiwa raga. Kuucap doa pada-NYA tida terhitung jumlahnya untuk mengusirmu dari jiwa. Kupinta pada-NYA hapus kau dari kalbuku, hingga lepas derita yang membuatku merana, gelisah sepanjang masa. Tapi itu juga belum mampu mencabut sekadar namamu di hatiku hingga aku bisa melupa.
Aku kini diam. Berserah pada-NYA. Tiada dapat kuperbuat mantra sihirmu terlampau kuat dan aku sekarat. Ya Rob..tolong hamba-MU.
Seragamku
Aku termangu menatap teman-temanku yang berbaris rapi dan terlihat gagah dengan seragam pramukanya. Seandainya aku memakai seragam pramuka, tentu aku juga segagah mereka. Di sekolah hanya aku yang belum memakai seragam pramuka.
“Ari. Kenapa kamu diam di situ? Ayo kemari. Kamu cepat berbaris.”
“Iya, Pak.”
“Kenapa kamu masih belum pakai seragam pramuka?”
“Bapak saya belum beli, Pak.”
“Ya, udah, kamu sekarang ikut barisan. Sabtu depan harus sudah pakai seragam, ya?”
Aku hanya diam. Rasanya setiap Sabtu tidak ingin masuk saja. Aku sering merengek kepada Bapak, tapi jawabannya hanya iya-iya, nanti kalau sudah punya uang dibelikan.
Sabtu itu, kegiatan di sekolah sangat padat. Jam 12 siang sepulang sekolah aku letih sekali dan perutku terus berbunyi minta diisi. Aku berangkat ke sekolah tanpa sarapan, karena Bapak yang bekerja sebagai pemecah batu tidak membawa uang sama sekali. Jadi Emak hanya memasak nasi sisa beras kemarin yang dibeli dari kelurahan yang hanya cukup untuk makan sore.
“Kenapa kamu ini. Sakit?”
“Tidak Pak.”
“Kamu kok lemas seperti tidak bertenaga?”
“Saya hanya capek.”
“Ya udah. Untuk latihan pramuka hari ini, kamu boleh pulang duluan.”
Jarak dari sekolah ke rumahku sekitar dua kilo meter. Setiap hari aku menempuhnya dengan berjalan kaki. Aku tidak ada uang untuk naik angkot. Sejak kelas satu hingga sekarang kelas enam, aku terbiasa berjalan kaki pergi-pulang dari rumah ke sekolah.
Pukul lima sore, aku pulang dengan baju basah oleh keringat. Kulempar tubuhku yang kelaparan ke kursi kayu yang sudah terlihat lubang-lubang bekas dimakan rayap. Aku berjalan ke meja tempat Emak menaruh makanan. Kubuka tempat nasi. Tak ada sebutir nasi pun.
“Mak. Mak. Aku lapar. Mana nasinya Mak?”
Aku terus berteriak mencari Emakku. Aku berlari ke belakang rumah, ke rumah tetangga. Emakku masih belum juga terlihat. Dengan lesu kubaringkan badanku ke bale kayu. Tak terasa aku tertidur dalam kecapean dan kelaparan.
“Nak bangun. Ganti dulu seragam sekolahmu. Nanti kusut.”
Suara lembut samar-samar terdengar di telingaku. Kubuka mataku dan kulihat Emak sudah berdiri di sebelahku sambil membelai rambutku.
“Mak, Ari lapar mau makan.”
“Iya nak. Emak baru masak bubur. Makan bubur aja ya. Kalau dibuat nasi, berasnya tidak cukup untuk bertiga.”
Aku mengangguk. Aku sudah paham. Bapak pasti hari ini pulang tidak membawa uang. Sehabis makan bubur aku pergi ke tempat mangkal angkutan umum. Aku bekerja membersihkan mobil-mobil di sana. Satu mobil upahnya Rp2.000,00. Biasanya sehari aku dapat membersihkan dua mobil. Uangnya kupakai untuk keperluan sekolah dan jajan. Kadang Ibu kukasih buat beli beras. Kalau ada sisa aku menabungnya untuk membeli seragam pramuka.
“Terima kasih Pak. Aku dapat seragam pramuka. Hore! Hore! Aku punya baju pramuka. Kini aku kelihatan gagah seperti teman-teman.”
Aku senang sekali. Aku berdiri di barisan paling depan dengan seragam pramuka. Aku sengaja meminta Emak untuk tidak mencucinya, biar bau baju baru yang dibeli Bapak masih melekat. Dan teman-teman dapat menciumnya. Aku tak henti-henti melihat ke baju yang kupakai.
“Ari, ayo bangun. Sudah siang. Nanti kamu terlambat.”
Aku tiba di sekolah dengan terengah-engah. Aku langsung mengetuk pintu.
“Ari kenapa kamu terlambat?”
“Bangunnya kesiangan, Pak.”
“Lain kali kamu jangan tidur malam-malam.”
Di dalam kelas aku hanya konsentrasi ke mimpi semalam. Mimpi mendapat seragam pramuka masih terbayang-bayang. Seandainya kenyataan, aku senang sekali.
Sepulang dari sekolah aku mengambil celengan. Lalu kupecahkan. Kuhitung uang tabungan satu per satu. Ternyata jumlahnya ada Rp12.500,00. Aku yakin uangku cukup. Aku bergegas ke pasar mencari pedagang seragam pramuka. Di tengah perjalanan, dari arah berlawanan ada seorang anak kecil dikejar-kejar oleh tiga orang preman. Ia kecil berlari ke arahku.
“Kak tolong. Tolongin aku. Mereka orang jahat.”
“Aku harus gimana?”
“Tolong bawa aku kemana aja.”
Belum sempat aku membawa anak itu, ketiga orang preman itu sudah dekat. Tanpa bilang apa-apa mereka memukulinya.
“Bang, jangan bang. Kasihan.”
“Hei siapa luh. Mau dipukul juga?”
Tiba-tiba ketiga orang itu pun memukuliku. Uang yang ada di dalam kantongku berhamburan. Sambil memegangi muka aku berusaha memunguti uang itu. Tapi preman itu mengangkat dan melemparku. Mereka memunguti uang itu. Aku hanya mengerang memohon agar mereka mengembalikan uangku. Mereka dengan tertawa-tawa membawa uangku.
“Lain kali. Luh jangan sok jago. Sekarang rasakan sendiri akibatnya!”
Dengan tertatih-tatih aku berusaha kembali pulang ke rumah. Di rumah Emak sangat kaget.
“Nak, kamu ini kenapa?”
“Saya jatuh Mak. Gak apa-apa kok.”
“Sini Emak kasih obat merah ya.”
Aku pergi mengambil air wudu, lalu sembahyang. Aku berdoa kepada Tuhan.
“Tuhan. Setiap hari aku berdoa kepada-Mu. Sebelum dan seduah tidur. Aku sangat ingin punya seragam pramuka. Tuhan tolong aku. Tolong berikan seragam pramuka. Aku tidak bisa membeli karena uangku diambil orang jahat.”
Pagi itu semua siswa berkumpul di lapangan berbaris rapi. Aku masuk pada barisan ketiga. Bapak kepala sekolah membacakan pidatonya.
“Anak-anak selamat pagi! Hari ini ada kabar gembira. Sekolah kita akan mengirimkan utusan untuk mengikuti lomba matematika dan IPA tingkat kotamadya. Pada kesempatan ini, sekolah kita akan mengirimkan Ari untuk ikut perlombaan.”
Aku sangat terkejut dengan ucapan kepala sekolah. Aku tidak pernah menyangka untuk jadi wakil dari sekolah. Aku pun segera menghadap ke kantor kepala sekolah.
“Ari selamat ya. Kamu harus berjuang untuk sekolah kita. Nah ini ada hadiah dari sekolah buat kamu. Jangan lupa besok kamu harus sudah siap.”
“Baik Pak. Terima kasih Pak.”
Aku segera bergegas ke luar. Aku sangat penasaran hadiah apa yang diberikan oleh kepala sekolah. Aku berlari ke belakang sekolah mencari tempat sepi. Aku segera merobek hadiah itu. Aku terkejut. Sepasang seragam sekolah merah putih dan seragam pramuka ada di depan mataku. Aku bersorak kegirangan. Kudekap erat seragam itu. Oh bahagianya hidupku. Terima kasih Tuhan.
“Ari. Kenapa kamu diam di situ? Ayo kemari. Kamu cepat berbaris.”
“Iya, Pak.”
“Kenapa kamu masih belum pakai seragam pramuka?”
“Bapak saya belum beli, Pak.”
“Ya, udah, kamu sekarang ikut barisan. Sabtu depan harus sudah pakai seragam, ya?”
Aku hanya diam. Rasanya setiap Sabtu tidak ingin masuk saja. Aku sering merengek kepada Bapak, tapi jawabannya hanya iya-iya, nanti kalau sudah punya uang dibelikan.
Sabtu itu, kegiatan di sekolah sangat padat. Jam 12 siang sepulang sekolah aku letih sekali dan perutku terus berbunyi minta diisi. Aku berangkat ke sekolah tanpa sarapan, karena Bapak yang bekerja sebagai pemecah batu tidak membawa uang sama sekali. Jadi Emak hanya memasak nasi sisa beras kemarin yang dibeli dari kelurahan yang hanya cukup untuk makan sore.
“Kenapa kamu ini. Sakit?”
“Tidak Pak.”
“Kamu kok lemas seperti tidak bertenaga?”
“Saya hanya capek.”
“Ya udah. Untuk latihan pramuka hari ini, kamu boleh pulang duluan.”
Jarak dari sekolah ke rumahku sekitar dua kilo meter. Setiap hari aku menempuhnya dengan berjalan kaki. Aku tidak ada uang untuk naik angkot. Sejak kelas satu hingga sekarang kelas enam, aku terbiasa berjalan kaki pergi-pulang dari rumah ke sekolah.
Pukul lima sore, aku pulang dengan baju basah oleh keringat. Kulempar tubuhku yang kelaparan ke kursi kayu yang sudah terlihat lubang-lubang bekas dimakan rayap. Aku berjalan ke meja tempat Emak menaruh makanan. Kubuka tempat nasi. Tak ada sebutir nasi pun.
“Mak. Mak. Aku lapar. Mana nasinya Mak?”
Aku terus berteriak mencari Emakku. Aku berlari ke belakang rumah, ke rumah tetangga. Emakku masih belum juga terlihat. Dengan lesu kubaringkan badanku ke bale kayu. Tak terasa aku tertidur dalam kecapean dan kelaparan.
“Nak bangun. Ganti dulu seragam sekolahmu. Nanti kusut.”
Suara lembut samar-samar terdengar di telingaku. Kubuka mataku dan kulihat Emak sudah berdiri di sebelahku sambil membelai rambutku.
“Mak, Ari lapar mau makan.”
“Iya nak. Emak baru masak bubur. Makan bubur aja ya. Kalau dibuat nasi, berasnya tidak cukup untuk bertiga.”
Aku mengangguk. Aku sudah paham. Bapak pasti hari ini pulang tidak membawa uang. Sehabis makan bubur aku pergi ke tempat mangkal angkutan umum. Aku bekerja membersihkan mobil-mobil di sana. Satu mobil upahnya Rp2.000,00. Biasanya sehari aku dapat membersihkan dua mobil. Uangnya kupakai untuk keperluan sekolah dan jajan. Kadang Ibu kukasih buat beli beras. Kalau ada sisa aku menabungnya untuk membeli seragam pramuka.
“Terima kasih Pak. Aku dapat seragam pramuka. Hore! Hore! Aku punya baju pramuka. Kini aku kelihatan gagah seperti teman-teman.”
Aku senang sekali. Aku berdiri di barisan paling depan dengan seragam pramuka. Aku sengaja meminta Emak untuk tidak mencucinya, biar bau baju baru yang dibeli Bapak masih melekat. Dan teman-teman dapat menciumnya. Aku tak henti-henti melihat ke baju yang kupakai.
“Ari, ayo bangun. Sudah siang. Nanti kamu terlambat.”
Aku tiba di sekolah dengan terengah-engah. Aku langsung mengetuk pintu.
“Ari kenapa kamu terlambat?”
“Bangunnya kesiangan, Pak.”
“Lain kali kamu jangan tidur malam-malam.”
Di dalam kelas aku hanya konsentrasi ke mimpi semalam. Mimpi mendapat seragam pramuka masih terbayang-bayang. Seandainya kenyataan, aku senang sekali.
Sepulang dari sekolah aku mengambil celengan. Lalu kupecahkan. Kuhitung uang tabungan satu per satu. Ternyata jumlahnya ada Rp12.500,00. Aku yakin uangku cukup. Aku bergegas ke pasar mencari pedagang seragam pramuka. Di tengah perjalanan, dari arah berlawanan ada seorang anak kecil dikejar-kejar oleh tiga orang preman. Ia kecil berlari ke arahku.
“Kak tolong. Tolongin aku. Mereka orang jahat.”
“Aku harus gimana?”
“Tolong bawa aku kemana aja.”
Belum sempat aku membawa anak itu, ketiga orang preman itu sudah dekat. Tanpa bilang apa-apa mereka memukulinya.
“Bang, jangan bang. Kasihan.”
“Hei siapa luh. Mau dipukul juga?”
Tiba-tiba ketiga orang itu pun memukuliku. Uang yang ada di dalam kantongku berhamburan. Sambil memegangi muka aku berusaha memunguti uang itu. Tapi preman itu mengangkat dan melemparku. Mereka memunguti uang itu. Aku hanya mengerang memohon agar mereka mengembalikan uangku. Mereka dengan tertawa-tawa membawa uangku.
“Lain kali. Luh jangan sok jago. Sekarang rasakan sendiri akibatnya!”
Dengan tertatih-tatih aku berusaha kembali pulang ke rumah. Di rumah Emak sangat kaget.
“Nak, kamu ini kenapa?”
“Saya jatuh Mak. Gak apa-apa kok.”
“Sini Emak kasih obat merah ya.”
Aku pergi mengambil air wudu, lalu sembahyang. Aku berdoa kepada Tuhan.
“Tuhan. Setiap hari aku berdoa kepada-Mu. Sebelum dan seduah tidur. Aku sangat ingin punya seragam pramuka. Tuhan tolong aku. Tolong berikan seragam pramuka. Aku tidak bisa membeli karena uangku diambil orang jahat.”
Pagi itu semua siswa berkumpul di lapangan berbaris rapi. Aku masuk pada barisan ketiga. Bapak kepala sekolah membacakan pidatonya.
“Anak-anak selamat pagi! Hari ini ada kabar gembira. Sekolah kita akan mengirimkan utusan untuk mengikuti lomba matematika dan IPA tingkat kotamadya. Pada kesempatan ini, sekolah kita akan mengirimkan Ari untuk ikut perlombaan.”
Aku sangat terkejut dengan ucapan kepala sekolah. Aku tidak pernah menyangka untuk jadi wakil dari sekolah. Aku pun segera menghadap ke kantor kepala sekolah.
“Ari selamat ya. Kamu harus berjuang untuk sekolah kita. Nah ini ada hadiah dari sekolah buat kamu. Jangan lupa besok kamu harus sudah siap.”
“Baik Pak. Terima kasih Pak.”
Aku segera bergegas ke luar. Aku sangat penasaran hadiah apa yang diberikan oleh kepala sekolah. Aku berlari ke belakang sekolah mencari tempat sepi. Aku segera merobek hadiah itu. Aku terkejut. Sepasang seragam sekolah merah putih dan seragam pramuka ada di depan mataku. Aku bersorak kegirangan. Kudekap erat seragam itu. Oh bahagianya hidupku. Terima kasih Tuhan.
Rabu, 27 Agustus 2008
Aku Benci Dia
Tidak pernah kubayangkan aku akan jatuh cinta pada dirinya. Aku orang yang tidak mudah jatuh cintA, karena mungkin ada kesombongan dalam diriku merasa memiliki kelebihan dibandingkan dengan teman-teman sebaya. Mungkin karena itulah Allah mengujiku dengan menghadirkan seseorang yang bertempramental. Mungkin ia termasuk orang yang cerdas yang mampu mengaplikasikan bahan-bahan bacaannya secara utuh tapi sayang ia pergunakan untuk memperalatku.
Awal aku dipertemukan dan dekat dengan dia adalah melalui suatu diskusi panjang dan melelahkan. Bagaimana ia berhasil dengan sangat gemilang menekan perasaanku hingga hancur luruh seluruh jiwa dan ragaku. Air mataku jatuh bercucuran karena tak tahan dengan serangan kata-katanya yang begitu sangat menekan perasaanku. Ketika aku dalam keadaan sangat lemah, kritis, dan diambang keputusasaan disaat itulah dengan 'gentle' ia memohon maaf padaku. Aku begitu terenyuh dengan permintaan 'tulus' maafnya. Dari situlah awal aku menaruh hati dan jatuh cinta padanya.
Sungguh itu adalah awal manisnya cinta dan kasih sayang sekaligus juga racun yang membuatku sakit. Sakit berkepanjangan oleh ulahnya yang 'sangat cerdas' dalam menaklukan keliaranku. Oh sungguh hari-hariku bersamanya indah, sekaligus juga pedih. Hinaan yang ia lontarkan sangat merendahkan diriku. Aku lunglai. Aku tak berdaya. Sungguh aku sangat sayang dia. Sungguh aku sangat benci dia. Sungguh aku tak dapat melupakan dia. Sungguh berbagai perasaan menyergap diriku.
Kini sisa kenangan manis dan pedih berbaur jadi satu. Dan aku tak tahu bagaimana aku menjalaninya. Sanggupkah aku tanpa dia? Kuatkah aku memalingkan kasih sayangku? Aku tidak tahu.
Yang pasti "AKU BENCI DIA".
Awal aku dipertemukan dan dekat dengan dia adalah melalui suatu diskusi panjang dan melelahkan. Bagaimana ia berhasil dengan sangat gemilang menekan perasaanku hingga hancur luruh seluruh jiwa dan ragaku. Air mataku jatuh bercucuran karena tak tahan dengan serangan kata-katanya yang begitu sangat menekan perasaanku. Ketika aku dalam keadaan sangat lemah, kritis, dan diambang keputusasaan disaat itulah dengan 'gentle' ia memohon maaf padaku. Aku begitu terenyuh dengan permintaan 'tulus' maafnya. Dari situlah awal aku menaruh hati dan jatuh cinta padanya.
Sungguh itu adalah awal manisnya cinta dan kasih sayang sekaligus juga racun yang membuatku sakit. Sakit berkepanjangan oleh ulahnya yang 'sangat cerdas' dalam menaklukan keliaranku. Oh sungguh hari-hariku bersamanya indah, sekaligus juga pedih. Hinaan yang ia lontarkan sangat merendahkan diriku. Aku lunglai. Aku tak berdaya. Sungguh aku sangat sayang dia. Sungguh aku sangat benci dia. Sungguh aku tak dapat melupakan dia. Sungguh berbagai perasaan menyergap diriku.
Kini sisa kenangan manis dan pedih berbaur jadi satu. Dan aku tak tahu bagaimana aku menjalaninya. Sanggupkah aku tanpa dia? Kuatkah aku memalingkan kasih sayangku? Aku tidak tahu.
Yang pasti "AKU BENCI DIA".
Kemerdekaan Berkata Tidak
Tidak dapat dipungkiri bahwa ada kecendrungan orang-orang yang memiliki kekuatan untuk menaklukan atau menekan orang yang berada di bawah posisinya. Hal itu sangat dimungkinkan untuk memenuhi keinginan mereka. Satu contoh kecil bagaimana kita merasakan tekanan dari para preman yang memaksa kita untuk menaiki angkutan umum yang mereka tunjukkan. Padahal bagaimana dongkolnya kita setelah berada di kendaraan yang tidak jalan-jalan karena menunggu penumpang.
Kita sangat terpaksa menaiki kendaraan tersebut karena ada tekanan yang memaksa untuk menaiki kendaraan tersebut. Rasanya cukup sulit untuk mengatakan "tidak" pada preman tersebut karena kurangnya keberanian untuk mengatakannya. Secara psikologis posisi lemah kita ditekan oleh para preman untuk menuruti kehendak mereka.
Itu salah satu kasus bagaimana sulitnya untuk mengatakan tidak, padahal kita berada di negara merdeka seyogianya kita pun memiliki kemerdekaan penuh sebagai manusia. Kita harus terbebas dari tekanan atau intimidasi sehingga dapat berkata apapun dengan leluasa. Yang jelas bahwa perkataan itu tidak menekan atau mengintimidasi orang lain atau kata tersebut tidak merugikan orang lain seperti halnya fitnah.
Bagaimana upaya kita agar dapat hidup bebas? Bebas berkata sesuai yang ada pada hati nurani? Salah satu langkah dengan melepas ketakutan yang mengkungkung diri kita. Kita harus mampu menumbuhkan keberanian menolak tekanan yang ada. Pada kasus di atas, maka kita harus membangun keberanian dengan melawan tekanan dari preman tersebut. Maka katakanlah "TIDAK" pada preman, maka jadilah diri kita merdeka untuk berkata dengan melawan ketakutan dalam diri sendiri.
Kita sangat terpaksa menaiki kendaraan tersebut karena ada tekanan yang memaksa untuk menaiki kendaraan tersebut. Rasanya cukup sulit untuk mengatakan "tidak" pada preman tersebut karena kurangnya keberanian untuk mengatakannya. Secara psikologis posisi lemah kita ditekan oleh para preman untuk menuruti kehendak mereka.
Itu salah satu kasus bagaimana sulitnya untuk mengatakan tidak, padahal kita berada di negara merdeka seyogianya kita pun memiliki kemerdekaan penuh sebagai manusia. Kita harus terbebas dari tekanan atau intimidasi sehingga dapat berkata apapun dengan leluasa. Yang jelas bahwa perkataan itu tidak menekan atau mengintimidasi orang lain atau kata tersebut tidak merugikan orang lain seperti halnya fitnah.
Bagaimana upaya kita agar dapat hidup bebas? Bebas berkata sesuai yang ada pada hati nurani? Salah satu langkah dengan melepas ketakutan yang mengkungkung diri kita. Kita harus mampu menumbuhkan keberanian menolak tekanan yang ada. Pada kasus di atas, maka kita harus membangun keberanian dengan melawan tekanan dari preman tersebut. Maka katakanlah "TIDAK" pada preman, maka jadilah diri kita merdeka untuk berkata dengan melawan ketakutan dalam diri sendiri.
Langganan:
Postingan (Atom)